KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah,segala puji bagi Allah atas
segala nikmat dan karuniaNya yang telah dilimpahkan kepada kita semua, terutama
kepada penulis sendiri sehingga dengan karunia tersebut penulis telah dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini.
Selawat
dan salam tidak lupa pula penulis sanjung sajikan kehadiranNabi besar Muhammad
SAW, yang telah memperjuangkan karimah Allah dan mengangkat martabat manusia
dari alam jahiliyah kealam yang penuh peradaban.
Akhirnya
penulis menyadari bahwa penulisan makalahini tidak luput dari kesalahan yang
penulis lakukan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangundemi penyempurnaan di masa yang akan datang, harapan
penulis sudi kiranya makalahini ada manfaatnya bagi pengembangan pendidikan ke
arah yang lebih baik.
Pada zaman kuno, tradisi komunikasi masih mengandalkan lisan. Penyampaian informasi, cerita-cerita, nyanyian, do’a-do’a, maupun syair, disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut. Karenanya, hafalan merupakan ciri yang menandai tradisi ini. Semuanya dihafal. Kian hari, kian banyak saja hal-hal yang musti dihafal. Saking banyaknya, sehingga akhirnya mereka kuwalahan alias tidak mampu menghafalkannya lagi. Hingga, terpikirlah untuk menuangkannya dalam tulisan. Maka, lahirlah apa yang disebut sebagai buku kuno.
Buku
kuno ketika itu, belum berupa tulisan yang tercetak di atas kertas modern
seperti sekarang ini, melainkan tulisan-tulisan di atas keping-keping batu
(prasasti) atau juga di atas kertas yang terbuat dari daun papyrus. Papyrus
adalah tumbuhan sejenis alang-alang yang banyak tumbuh di tepi Sungai Nil.
·
Sejarah
Perkembangan buku di Dunia dan Indonesia
Mesir merupakan bangsa yang
pertama mengenal tulisan yang disebut hieroglif. Tulisan hieroglif yang
diperkenalkan bangsa Mesir Kuno bentuk hurufnya berupa gambar-gambar. Mereka
menuliskannya di batu-batu atau pun di kertas papyrus. Kertas papyrus
bertulisan dan berbentuk gulungan ini yang disebut sebagi bentuk awal buku atau
buku kuno.
Selain Mesir, bangsa Romawi juga
memanfaatkan papyrus untuk membuat tulisan. Panjang gulungan papyrus itu
kadang-kadang mencapai puluhan meter. Hal ini sungguh merepotkan orang yang
menulis maupun yang membacanya. Karena itu, gulungan papyrus ada yang
dipotong-potong. Papyrus terpanjang terdapat di British Museum di London yang
mencapai 40,5 meter.
Kesulitan menggunakan gulungan
papyrus, di kemudian hari mengantarkan perkembangan bentuk buku mengalami
perubahan. Perubahan itu selaras dengan fitrah manusia yang menginginkan
kemudahan. Dengan akalnya, manusia terus berpikir untuk mengadakan peningkatan
dalam peradaban kehidupannya. Maka, pada awal abad pertengahan, gulungan
papyrus digantikan oleh lembaran kulit domba terlipat yang dilindungi oleh
kulit kayu yang keras yang dinamakan codex.
Perkembangan selanjutnya,
orang-orang Timur Tengah menggunakan kulit domba yang disamak dan dibentangkan.
Lembar ini disebut pergamenum yang kemudian disebut perkamen, artinya kertas
kulit. Perkamen lebih kuat dan lebih mudah dipotong dan dibuat berlipat-lipat
sehingga lebih mudah digunakan. Inilah bentuk awal dari buku yang berjilid.
Di Cina dan Jepang, perubahan
bentuk buku gulungan menjadi buku berlipat yang diapit sampul berlangsung lebih
cepat dan lebih sederhana. Bentuknya seperti lipatan-lipatan kain korden.
Buku-buku kuno itu semuanya
ditulis tangan. Awalnya yang banyak diterbitkan adalah kitab suci, seperti
Al-Qur’an yang dibuat dengan ditulis tangan.
Di Indonesia sendiri, pada zaman
dahulu, juga dikenal dengan buku kuno. Buku kuno itu ditulis di atas daun
lontar. Daun lontar yang sudah ditulisi itu lalu dijilid hingga membentuk
sebuah buku.
Perkembangan perbukuan mengalami
perubahan signifikan dengan diciptakannya kertas yang sampai sekarang masih
digunakan sebagai bahan baku penerbitan buku. Pencipta kertas yang memicu
lahirnya era baru dunia perbukuan itu bernama Ts’ai Lun. Ts’ai Lun berkebangsaan
Cina. Hidup sekitar tahun 105 Masehi pada zaman Kekaisaran Ho Ti di daratan
Cina.
Penemuan Ts’ai Lun telah
mengantarkan bangsa Cina mengalami kemajuan. Sehingga, pada abad kedua, Cina
menjadi pengekspor kertas satu-satunya di dunia.
Sebagai tindak lanjut penemuan
kertas, penemuan mesin cetak pertama kali merupakan tahap perkembangan
selanjutnya yang signifikan dari dunia perbukuan. Penemu mesin cetak itu
berkebangsaan Jerman bernama Johanes Gensleich Zur Laden Zum Gutenberg.
Gutenberg telah berhasil mengatasi
kesulitan pembuatan buku yang dibuat dengan ditulis tangan. Gutenberg menemukan
cara pencetakan buku dengan huruf-huruf logam yang terpisah. Huruf-huruf itu
bisa dibentuk menjadi kata atau kalimat. Selain itu, Gutenberg juga melengkapi
ciptaannya dengan mesin cetak. Namun, tetap saja untuk menyelesaikan satu buah
buku diperlukan waktu agak lama karena mesinnya kecil dan jumlah huruf yang
digunakan terbatas. Kelebihannya, mesin Gutenberg mampu menggandakan cetakan
dengan cepat dan jumlah yang banyak.
Gutenberg memulai pembuatan
mesin cetak pada abad ke-15. Teknik cetak yang ditemukan Gutenberg bertahan
hingga abad ke-20 sebelum akhirnya ditemukan teknik cetak yang lebih sempurna,
yakni pencetakan offset, yang ditemukan pada pertengahan abad ke-20.
B. Buku Masa Awal
Sebagai
tindak lanjut penemuan kertas, penemuan mesin cetak pertama kali merupakan
tahap perkembangan selanjutnya yang signifikan dari dunia perbukuan. Penemu
mesin cetak itu berkebangsaan Jerman bernama Johanes Gensleich Zur Laden Zum
Gutenberg
Gutenberg
telah berhasil mengatasi kesulitan pembuatan buku yang dibuat dengan ditulis
tangan. Gutenberg menemukan cara pencetakan buku dengan huruf-huruf logam yang
terpisah. Huruf-huruf itu bisa dibentuk menjadi kata atau kalimat. Selain itu,
Gutenberg juga melengkapi ciptaannya dengan mesin cetak. Namun, tetap saja
untuk menyelesaikan satu buah buku diperlukan waktu agak lama karena mesinnya
kecil dan jumlah huruf yang digunakan terbatas. Kelebihannya, mesin Gutenberg
mampu menggandakan cetakan dengan cepat dan jumlah yang banyak.
Gutenberg
memulai pembuatan mesin cetak pada abad ke-15. Teknik cetak yang ditemukan
Gutenberg bertahan hingga abad ke-20 sebelum akhirnya ditemukan teknik cetak
yang lebih sempurna, yakni pencetakan offset, yang ditemukan pada pertengahan
abad ke-20.
C. Buku Era Modern
Di
era modern sekarang ini perkembangan teknologi semakin canggih. Mesin-mesin
offset raksasa yang mampu mencetak ratusan ribu eksemplar buku dalam waktu
singkat telah dibuat. Hal itu diikuti pula dengan penemuan mesin komputer
sehingga memudahkan untuk setting (menyusun huruf) dan lay out (tata letak
halaman). Diikuti pula penemuan mesin penjilidan, mesin pemotong kertas,
scanner (alat pengkopi gambar, ilustrasi, atau teks yang bekerja dengan sinar
laser hingga bisa diolah melalui computer), dan juga printer laser (alat
pencetak yang menggunakan sumber sinar laser untuk menulis pada kertas yang
kemudian di taburi serbuk tinta).
Semua
penemuan menakjubkan itu telah menjadikan buku-buku sekarang ini mudah dicetak
dengan sangat cepat, dijilid dengan sangat bagus, serta hasil cetakan dan
desain yang sangat bagus pula. Tak mengherankan bila sekarang ini kita dapati
berbagai buku terbit silih berganti dengan penampilan yang semakin menarik.
Bahkan
sampai sekarang ini pun, di negara kita Indonesia, kendati sedang diterpa
krisis, kondisi ekonomi masih gonjang-ganjing, tapi penerbit-penerbit buku
malahan bermunculan. Banyak sekali jumlahnya, hingga tak terhitung, sebab tak
tersedia data yang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak juga di Ikatan Penerbit
Indonesia [IKAPI]. Sebab tidak semua penerbit bergabung dengan lembaga ini.
Namun,
dari pengamatan sekilas saja, kita akan dapat segera menyimpulkan, betapa
penerbit-penerbit buku saat ini semakin banyak saja jumlahnya. Tengoklah, di
toko-toko buku yang ada di berbagai kota di negeri ini, maka akan kita jumpai,
berderet-deret bahkan bertumpuk-tumpuk buku-buku baru terbit silih berganti bak
musim semi dengan beragam judul dan beraneka desain sampul yang menawan dari
berbagai penerbit, baik dari penerbit besar yang sudah mapan dan lebih dulu
eksis, maupun dari penerbit kecil yang baru merintis dan masih kembang-kempis.
Animo
masyarakat pun terhadap buku nampak juga mengalami peningkatan. Ini nampak dari
banyaknya
buku-buku bestseller yang laris manis diserbu masyarakat.
Memang, dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang nyaris 200 juta orang, sungguh mengherankan bahwa sebuah judul buku yang laku beberapa ribu saja sudah terasa menyenangkan dan dianggap bestseller. Akan tetapi, kondisi ini tentu jauh lebih baik bila dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.
Memang, dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang nyaris 200 juta orang, sungguh mengherankan bahwa sebuah judul buku yang laku beberapa ribu saja sudah terasa menyenangkan dan dianggap bestseller. Akan tetapi, kondisi ini tentu jauh lebih baik bila dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.
No comments:
Post a Comment